Bukan sekarat, tapi dua puluh empat karat wajah itu, begitulah aku menyebutnya karena wajah itu telah mengendap sekian lama dalam otak bawah sadarku.
Gerimis sore bulan juni, bergumpalan awan hitam dilangit, kukemasi semua pakaian, barang2 elektronik, dan segenap mental, yah… cukuplah untuk bekal perjalanan abu – abu, meninggalkan pulau sendiri menuju pulau itu. Dalam benakku apa oleh – oleh yang pantas untuknya ya, apakah akan kubawakan bunga, boneka atau hal – hal yang seperti itu, “ah nggilani tenan….”, sedang celurit, badik atau ketapel raksasa bukanlah hal yang romantis.
Dalam perjalanan pikiranku kian suntuk oleh wajah dewi senja,akankah dia berubah karena lama telah tertinggal, “ah… waktu boleh berlalu tetapi asmara tetaplah asmara yang akan mengabadi dalam sebuah masa”, begitulah aku mengejanya karena telah sekian lama tidak berjumpa.
Setelah kejang beribu hari dalam beratus purnama, kini aku lumpuh di depan pintumu, tak sanggup aku berdiri membayang tapakmu.
Dua puluh empat karat wajah itu, jangan kau kunci pintumu dari dambaku

4 comments:
rindu yang menancap sekian lama
akhirnya pupus jua
begitu dekat sayang, beribu kilo
jarak antar pulau mengkerut
sekadar merumuskan kenangan
antara kau dan aku...
sketsa wajah itu mengingatkan aku pada kenangan lama..ah betapa bodohnya diriku saat itu...sebuah kenangan di kota pelajar. dialah orang yg pertama membuat sketsa wajahku dengan penuh kasih hingga menjadi suatu karya seni di kanvas...tp aku hancurkan semua itu karena keegoisanku....
Ketikaa senyummu mengepak sayap anganku
terbang melayang kesamudra biru
mutlak rinduku, cukup kau yang tahu...
salam kenal n hangat dari dewi yang lain hehe...bagus nya kata2 nya..q sampe nyari nyari terus lanjutannya. tapi koq udah ya...very great posting.. wish u luck, tuk dewinya adam jangan tutup hatimu nak heheh...
Post a Comment